Tribratanewsbengkulu.com, BENGKULU – Definisi kecelakaan menurut Peraturan Pemerintah no 43 Tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan, Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.
Kecelakaan Lalu Lintas dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) yang digolongkan menjadi 3.
a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
c. Kecelakaan Lalu Lintas berat, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
Sekedar informasi, UU LLAJ telah mengatur siapa pengguna jalan yang wajib diprioritaskan keselamatannya. Dalam UU LLAJ, ada ketentuan yang mewajibkan setiap pengguna kendaraan bermotor untuk memprioritaskan (mengutamakan keselamatan) pengguna jalan lain, yakni pejalan kaki dan pesepeda sebagaimana diatur dalamPasal 106 ayat (2) UU LLAJ.
Kewajiban bagi pengguna kendaraan bermotor untuk memprioritaskan keselamatan pejalan kaki terdapat dalam116 ayat (2) huruf f UU LLAJ, yang mengatakan bahwa pengemudi harus memperlambat kendaraannya jika melihat dan mengetahui ada pejalan kaki yang akan menyeberang. Hak-hak pejalan kaki juga telah diatur dalam Pasal 131 UU LLAJ yang berbunyi:
(1) Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.
(2) Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan.
(3) Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.
Diprioritaskan keselamatan
pesepeda juga merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda (Pasal 62 ayat [1] UU LLAJ) dan pesepeda juga berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas (Pasal 62 ayat [2] UULLAJ). Menurut penjelasan Pasal 62 ayat (2) UU LLAJ,Yang dimaksud dengan “fasilitas pendukung” antara lain berupa lajur khusus sepeda, fasilitas menyeberang khusus dan/ atau bersamaan dengan Pejalan Kaki.
Mengenai tabrak lari
Tabrak lari umumnya merupakan istilah dengan pengertian bahwa pelaku atau dalam hal ini pengemudi kendaraan bermotor meninggalkan korban kecelakaan lalin dan ketika itu tidak menghentikan kendaraan yang dikemudikannya.
Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalin sebagaimana diatur dalam Pasal 231 UU 22/2009 wajib :
1. menghentikan kendaraan yang dikemudikannya.
2. Memberikan pertolongan kepada korban.
3. Melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia Terdekat; dan
4. Memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
Lantas bagaimana dengan pengemudi kendaraan yang karena keadaan memaksa tidak dapat menghentikan kendaraan ataupun memberikan pertolongan kepada korban ketika kecelakaan lalin terjadi ?
Keadaan memaksa dalam hal ini dimaksudkan bahwa situasi dilingkungan lokasi kecelakaan yang dapat mengancam keselamatan diri pengemudi, terutama dari amukan massa dan kondisi pengemudi yang tidak berdaya untuk memberikan pertolongan.
Terhadap hal tersebut maka pengemudi kendaraan bermotor segera melaporkan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat. Jika hal ini tidak juga dilakukan oleh pengemudi yang dimaksud maka berdasarkan Pasal 312 UU 22/2009 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.75.000.000.,- (tujuh puluh lima juta rupiah).
Jenis Pidana bagi pelaku tindak pidana lalu lintas
Bagi pelaku tindak pidana lalu lintas dapat dijatuhi pidana berupa pidana penjara, kurungan, atau denda dan selain itu dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi atau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana lalu lintas.
Besaran santunan untuk korban kecelakaan lalu lintas diatur berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Nomor: KEP.15/ PMK.010/2017 tanggal 13 Februari 2017.
Nilai yang diatur sebagai asuransi sosial berbeda-beda dengan operator penyaluran santunan melalui Jasa Raharja. Untuk perawatan luka-luka jumlah maksimal Rp20 juta, sedangkan cacat tetap dan meninggal dunia masing-masing diberi Rp50 juta.
Pihak Jasa Raharja mengatakan bahwa asuransi itu sebetulnya tidak benar-benar ‘gratis’. Semua santunan diperoleh dari STNK kendaraan bermotor yang pajaknya dibayar per satu tahun sekali dan tertera pada kolom SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan) di STNK.
Penulis : Ipda Arief Abdullah S.Sos., M.Si
Editor : David
Publish : Heru