JAKARTA, tribratanewsbengkulu.com – Seperti di beritakan sebelumnya pada saat pelaksanaan Fit and proper tes yang di lakukan di komisi III DPR RI kemarin (Kamis, 23/06 ) , Komjen Pol Tito karnavian di cecar beberapa pertanyaan yang di ajukan oleh beberapa fraksi terkait penanganan teroris.
menanggapi pertanyaan yang di ajukan oleh beberapa fraksi tersebut calon tunggal kapolri Komjen Pol Tito karnavian memberikan jawaban bahwa di dunia ini ada dua pendekatan yang dilakukan dalam menangani perseoalan terorisme: soft approach (pendekatan lembut) dan hard approach (pendekatan keras).
Lebih jauh Tito menjelaskan Pendekatan lembut dilakukan dengan negosiasi politik, pembangunan ekonomi, dan kontra ideologi. Sementara pendekatan keras dilakukan dengan pengerahan intelijen, pengerahan militer, dan penegakan hukum.
Menurut mantan Kepala BNPT ini, Di Indonesia, pendekatan keras dilakukan dengan strategi penengakan hukum atau proses pidana.
Sedangkan terkait penegakan hukum yang menyebabkan tersangka meninggal dunia, Komjen Pol Tito Karnavian menjelaskan itu hanya persoalan taktis di lapangan saja.
“Persoalannya taktik di lapangan, saat mau ditangkap mereka membahayakan petugas juga masyarakat umum. Ini sesuai aturan PBB: jika ada ancaman, kewajiban petugas adalah menghentikan ancaman itu,” jelas Komjen Pol Tito Karnavian.
Dia juga menambahkan strategi yang di ambil oleh indonesia berbeda dengan beberapa negara lain contohnya amerika serikat melakukan pengerahan militer dalam pemberantasan teroris di Afganistan.
Menurut Komjen Pol Tito Karnavian, pengerahan militer ini mempunyai banyak kekurangan. Pasalnya yang dihadapi ini adalah orang-orang yang cari mati, dimana konfrontasi adalah salah satu yang mereka inginkan.
“Contoh kasus Orlando di Spanyol, mereka bingung menghadapi orang yang mau mati, sementara petugas gak mau mati,” katanya.
Secara umum, Komjen Pol Tito Karnavian menilai, penangan kasus tindak pidana terorisme di Indonesia sudah cukup baik. Dari 1.000 lebih tersangka yang ditangkap, 900 lebih masih hidup. Sebanyak 129 orang meninggal dunia. Sementara di pihak Polisi, ada 26 personel yang gugur dalam tugas.
Sementara, dengan alasan penghematan dan efektivitas anggaran, Komjen Pol Tito Karnavian tidak setuju jika dibentuk satu lembaga pengawas Densus 88 Antiteror.
“Kami berkeberatan jika dibentuk satu dewan khusus mengawasi Densus 88,” tegasnya.