BENGKULU, Tribratanewsbengkulu.com – Akhir tahun 2008 yang lalu, Indonesia dihebohkan dengan pernikahan seorang pendiri pondok pesantren di Jawa Tengah. Pujiyono Cahyo Widiyanto atau lebih terkenal dengan nama Syekh Puji, pendiri Pondok Pesantren Miftahul Jannah di daerah Bedono, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, gencar menjadi bahan pemberitaan karena menikahi seorang wanita yang masih belia. PemilikP.T. Sinar Lendoh Terang yang memproduksi kerajinan kuningan untuk pasokan dalam dan luar negeri ini menikahi Lutfiana Ulfa yang masih berusia 12 tahun. Sekarang di Bengkulu dihebohkan dengan kasus serupa, pernikahan mirip kasus Luthfia Ulfa dengan Syekh Puji ini juga terjadi di Karang Tinggi Benteng. Bunga (12), bukan nama sebenarnya murid SD kelas VI di salah satu Desa Kec. Karang Tinggi dikabarkan menjalankan pernikahan dengan seorang duda bernama Am (51).
Pernikahan yang Bunga yang dipaksakan oleh kedua orang taunya Ar (57) dan SU (56) dengan seorang duda kaya Am (51). Karena harus menutupi hutang orang tuanya sebesar 4,8 Juta Kepada Am (51). Namun karena desakan dari berbagai pihak rencananya hari ini Am akan menceraikan bunga dengan alasan bunga masih kecil dan masih ingin bersekolah sedangkan kedua orang tua bungan meminta agar hurang mereka kepada Am dibayarkan oleh Pemda Benteng.
Meskipun berbagai pihak berhasil mendesak Am agar mau menceraikan Bunga pernikahan yang dipaksakan seperti ini tidak boleh terulang kembali di masyarakat semata-mata demi alasan ekonomi, rendahnya pendidikan, pemahaman budaya, dan nilai-nilai agama tertentu, atau karena hamil terlebih dahulu. Meskipun Praktik perkawinan dibawah umur sudah sudah lama terjadi ditengah masyarakat.
Dalam konteks hukum di Negara kita sebenarnya tidak ada satupun undang-undang yang melarang perkawinan dibawah umur. Apalagi mengancam pelakunya dengan saksi pidana. Memang UU perkawinan No 1 tahun 1974 menegaskan bahwa perkawinan hanya dizinkan jika pihak laki-laki sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah umur 16 tahun.
Akan tetapi, UU perkawinan sendiri justru juga memberi peluang adanya perkawinan di bawah umur sebagai pengecualian, asalkan ada dispensasi dari pengadilan.
Kendati demikian, ada sejumlah koridor hukum yang harus ditaati oleh orang-orang (dewasa) yang berniat menikahi perempuan dibawah umur.
Pertama, perkawinan tersebut tentu saja harus memenuhi ketentuan UU perkawinan, orang yang ingin menikahi perempuan dibawah umur harus meminta dispensasi dari pengadilan.Kalau syarat ini tidak bisa dipenuhi dan perkawinan tetap dilangsungkan, maka perkawinan tersebut bisa dibatalkan.
Tak hanya itu, kalau perkawinan tersebut dikemas melalui tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau bujukan terhadap si perempuan dibawah umur dan berlanjut kea rah hubungan seksual, maka pelakunya bisa terkena pasal 81 (1) dan pasal 82 UU No 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dan pasal 290 KUHP.Kejahatan ini diganjar dengan hukuman penjara hingga 15 tahun.
Kedua, orang yang menikah dengan perempuan di bawah umur tidak boleh melakukan hubungan suami istri yang melanggar pasal 288 KUHP.Karena kalau hubungan suami istri tersebut mengakibatkan siperempuan mengalami luka-luka, maka suaminya bisa dikenakan pidana selama 4 tahun.
Apalagi kalau hubungan suami istri itu mengakibatkan luka berat atau matinya si perempuan, maka hukumannya diperberat menjadi 8 hingga 12 tahun.Selain itu siapapun yang sudah berumahtangga harus memperhatikan UU No 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.Sebab kalau seorang suami melakukan kekerasan fisik, kekerasan psikis, atau kekerasan seksual terhadap istrinya, maka tidak mustahil akan dihukum dengan penjara selama 15 tahun penjara.
Selain itu apabila ada motif seperti membayar hutang atau mendatangkan keuntungan kepada sang orang tua, orang tua juga bisa dipidana dengan undang-undang nomor 21 Tahun 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG.
Kiranya perlu direnungkan pula bahwa perkawinan dibawah umur cenderung banyak ekses negatifnya (mudharat), terutama bagi pihak perempuan .Karena perempuan dibawah umur tersebut akan mereduksi dan bahkan memutus masa depan anak yang masih dalam fase tumbuh kembang baik fisik maupun mental.
Padahal mereka itu berhak untuk memilih masa depannya sendiri.Bukan itu saja, perempuan yang melakukan perkawinan dibawah umur juga belum siap secara emosional untuk menjadi seorang ibu yang ideal bagi anak-anak yang dilahirkannya kelak. Bahkan secara medis, peremopuan dibawah umur akan rentan terhadap penyakit kanker rahim dan kegagalan kehamilan yang tak jarang menimbulkan kematian.
Mudah-mudahan para orang tua tidak akan gegabah lagi menikahkan putri-putrinya yang masih dibawah umur.Begitu pula pegawai pencatat pernikahan hendaknya bisa memberikan nasehat yang arif dan bijaksana kepada para pasangan belia yang ingin melangsungkan pernikahan.Jika mereka memang belum memenuhi ketentuan batas usia minimum perkawinan, khususnya menyangkut madharat perkawinan dibawah umur.Terakhir, pengadilan hendaknya hanya memberikan dispensasi perkawinan dibawah umur kalau benar-benar ada alasan yang rasional. (ALF)