Kepolisian Negara Republik Indonesia, pelan tapi pasti, telah melakukan perubahan yang signifikan. Bukan hanya perubahan performa. Lebih dari itu, telah terjadi perubahan mindset dan mental, yang menjadikan Polisi lebih humanis, melayani, profesional dan menjadi bagian yang responsif terhadap perkembangan masyarakat sipil yang dinamis.
Ini, tentu berbeda dengan situasi setahun lalu. Ketika itu, Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan, baru dilantik menjadi Wakil Kepala Kepolisian RI. Saat itu, dengan serta merta, Imam Prasojo melayangkan surat kepada Presiden Jokowi.
Imam, yang tiba-tiba merasa menjadi orang yang sangat dekat dan sangat berjasa atas terpilihnya Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia, dan juga mengaku mewakili jutaan rakyat Indonesia, meskipun kenyataanya menggerakan Alumni FISIP UI pun tak mampu, mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi.
Berikut adalah penggalan surat Imam Prasojo kepada Presiden Jokowi.
Oleh : Sri Mulyono
Jakarta, 22 April 2015
Kepada Yang Terhormat,
Presiden Joko Widodo,
Kami tak dapat berkata apa pun melihat begitu kasat mata arogansi kekuasaan diperagakan dan dibiarkan merajalela. Peristiwa yang akan terjadi hari ini adalah simbol kecongkakan luar biasa yang meruntuhkan kepercayaan paling dalam. Padahal, selama ini kepercayaan itu dicoba dibangun dan ditumbuhkan, dan rakyat pun menyambut dengan gegap gempita.
Inilah episode peperangan kebatilan melawan kejujuran dalam babak baru dalam bungkus politik hukum manipulatif yang menjadi landasan utama. Lihatlah. Ketika proses hukum formal dijalankan mengemas beragam kepentingan politik yang bekerja tanpa landasan kejujuran dan tanggung-jawab, tidakkah kepercayaan yang akan menjadi taruhannya? Kepercayaan itu pasti akan terkikis dan bahkan bisa lenyap sama sekali, tanpa bekas? Apakah dikira kepercayaan rakyat yang tumbuh dari batin yang paling dalam ini, dapat dicegah oleh kekuatan kekuatan argumen legalistik yang dibingkai berdasarkan manuver pasal demi pasal akrobat advokat dan hakim bayaran yang sungguh memuakkan? Sama sekali tidak!
Surat Imam ini, terlibat bagaiana dia menunjukan bahwa dirinya merasa dalam posisi memperjuangkan kejujuran. Dengan tegas Imam mengatakan tidak percaya terhadap hukum, penegak hukum dan proses hukum yang telah ditempuh oleh Budi Gunawan.
Masalahnya, mengapa Imam hanya khusus mempermasalahkan Budi Gunawan? Siapa sesungguhnya yang jujur? Mengapa Imam tidak menggugat KPK atau sekedar mempertanyakan kriminalisasi yang telah dilakukan oleh KPK selama ini? Bukankah KPK sudah terbukti melakukan kriminalisasi terhadap banyak orang, termasuk Budi Gunawan?
Kasus Budi Gunawan sudah inkracht secara hukum. tTidak bisa diganggu gugat. Dengan demikian, Budi Gunawan tetap mempunyai hak sebagai warga negara, sama seperti warga negara lainnya. Termasuk, hak untuk dipilih menjadi pejabat publik. Perjalanan karier dan segudang prestasinya di Polri, adalah dasar bahwa sosok seperti Komjen Budi Gunawan layak menjadi Wakapolri, bahkan Kapolri.
Fakta hukum membuktikan dengan sangat jelas, bahwa KPK bersalah telah melakukan Abuse of Power dalam menetapkan status tersangka Budi Gunawan. Kejaksaan Agung yang menerima pelimpahan kasus Budi Gunawan, dengan gamblang mengatakan bahwa dokumen kasus Budi Gunawan dari KPK sangat minim. Hanya berupa fotocopy, belum ada proses penyelidikan dan gelar perkara.
Fakta hukum membuktikan bahwa AS terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen dan BW telah melakukan obstraction of justice dalam sebuah kasus pilkada. Namun Imam Prasojo enggan untuk sekedar mempertanyakan kesalahan mereka, mengkritisi, apalagi menulis surat protes kepada Presiden.
Inilah uniknya seorang sosiolog kondang bisa kehilangan rasionalitas, bahkan di tingkat paling sederhana.
Imam merasa sedang memperjuangkan kejujuran. Sebenarnya atas dasar apa Imam berpikir dan merasa demikian? Bukti-bukti apa yang dimiliki oleh Imam Prasojo? Jika Imam Cs, BW, AS dan DI merasa dalam posisi benar, mengapa mereka tidak menggunakan Praperadilan untuk mendapatkan kejujuran dan keadilan?
Mereka toh pada akhirnya lebih memilih mencari suaka politik, melakukan propaganda kriminalisasi, menghujat pihak lain dan ingin menyelesaikan masalah hukum melalui jalur politik.
BW, AS dan DI enggan menempuh jalur hukum, padahal selama menjadi Pimpinan KPK dan pejabat negara, meraka selalu berkata: “Tempuh jalur hukum, buktikan di pengadilan!”
Ternyata mereka menjadi seperti para penghina hukum, penakut, pengecut. Baru diperiksa polisi satu jam saja, AS sudah sakit perut. Duniapun tertawa.
Jalur politik yang ditempuh BW dan AS akhirnya berhasil. Jaksa Agung Prasetyo membuat keputusan megesampingkan kasus BW dan AS. Deponering membebaskan mereka dari jeratan hukum. Sebelumnya, Presiden Jokowi memanggill Jaksa Agung dan Kapolri secara khusus ke Istana untuk membicarakan AS dan BW.
Pihak lain yang juga selalu memuja KPK dan menghinakan Budi Gunawan serta Polri adalah ICW. LSM “anti korupsi” ini terkesan mencari-cari kesalahan, bahkan membuat cerita fiktif demi mengganjal Budi Gunawan. Emerson Junto mengatakan bahwa Jika Budi Gunawan dilantik menjadi Wakapolri pasti akan melakukan balas dendam terhadap KPK. Ini statemen liar dan tendensius, jauh dari logika dan sarat kepentingan.
Sejak 22 April 2015 Budi Gunawan dilantik jadi WakaPolri dan sampai saat ini tidak ada balas dendam terhadap KPK, atau pihak pihak lain yang telah merugikan dirinya. Polri tetap bekerja profesional, tidak ada gerakan dan intrik apapun untuk mengkriminalisasi orang-orang KPK ataupun melemahkan KPK.
ICW telah tertular penyakit megalomania. Penyakit merasa dirinya paling bersih, paling benar, paling hebat dan asal tunjuk menyalahkan, menghancurkan pihak lain. ICW perlu memperbaiki dirinya sendiri terlebih dulu sebelum sibuk menyalahkan pihak lain.
Publik paham, ICW adalah bagian dari KPK, terbukti ICW menerima dana bantuan dari KPK dan ICW mendapatkan program kerja dari KPK. ICW sebagai mitra KPK adalah clear, karena dibahas di komisi 3 DPRRI. Publik pun menjadi maklum, karena ICW sebagian nyawanya dari KPK, maka wajar jika ICW membela KPK yang berarti menyelamatkan hidupnya sendiri.
Perlu dicatat baik-baik, dana KPK berasal dari APBN. Artinya, dana yang disalurkan oleh KPK kepada ICW adalah dana APBN. Jadi ada dua hal yang harus menjadi catatan khusus bagi ICW. Yang pertama, ICW harus diaudit oleh BPK karena menggunakan dana APBN. Yang kedua, ICW harus objektif dalam mensikapi kasus korupsi. Keberpihakan ICW kepada KPK yang membabi buta, mengindikasikan bahwa ICW merasa “subordinat” KPK, padahal sesungguhnya ICW menggunakan dana APBN.
Boleh jadi, jika Polri suatu saat nanti memberikan dana dan program kepada ICW, maka ICW akan menjadi “subordinat” Polri. Mungkin ICW akan menjadi abdi dalem Polri yang setia, sebagaimana yang ICW lakukan saat ini terhadap KPK.
Salah satu tokoh lain yang getol menyerang Budi Gunawan adalah Denny Indrayana. DI menamakan dirinya sebagai pegiat anti korupsi. DI pernah mengatakan sarang korupsi adalah Istana, Angkatan Bersenjata dan Pengusaha Naga. Tetapi setelah masuk Istana dan menikmati segala fasilitas, akhirnya Denny Indrayana menjadi Abdi Dalem. Eh, setelah dijadikan Wakil Menteri, Denny pun menjadi tersangka atas Tindak Pidana Korupsi juga??
Sampai saat ini Denny Indrayana masih berstatus tersangka di Bareskrim Polri. Saya menduga, karena “suaka politik” jua, kasus Denny jadi tersendat.
Serangan terhadap Budi Gunawan betubi dari berbagai penjuru mata angin. Terasa ada konspirasi besar, massif dan terorganisir. Media-media meanstream bagaikan mata pedang tajam yang siap merobek setiap bagian tubuh Budi Gunawan. Media Sosial juga menciptakan dan menggoreng isu-isu miring terhadap Budi Gunawan, disempurnakan oleh statemen para tokoh provokator.
Lalu bagaimana Budi Gunawan menghadapi semua serangan dan fitnah itu?
Jelas, Budi Gunawan lebih memilih diam. Budi Gunawan lebih sibuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai Waka Polri. Komjen Budi Gunawan seperti tidak punya waktu dan kepentingan untuk menanggapi semua itu. Tetap tersenyum, dan berkata: “Alhamdulillah, dan yakin Allah SWT Maha Tahu dan Maha Adil.”
Komjen Budi Gunawan sukses menghadapi semua tuduhan itu. Inilah butkti bahwa “DiamItu Emas”. Sungguh, sikap Budi Gunawan telah meruntuhkan lawan-lawan politiknya.
Sebenarnya, sikap Komjen Budi Gunawan ini mirip dengan sikap Presiden Jokowi dalam menghadapi tuduhan fitnah. Presiden Jokowi dituduh macam-macam, Tetapi Presiden Jokowi tak tertpengaruh. Presiden Jokowi diam, sibuk bekerja, bekerja dan bekerja. Sikap yang sangat Islami dan Indonesia banget. Saya dukung Pak Jokowi, sukses, sukses, sukses.
Salam Indonesia Raya!