BENGKULU, tribratanewsbengkulu.com – Program pendampingan desa oleh Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi, dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab untuk keuntungan pribadi. Program ini dimanfaatkan pelaku penipuan dalam skala besar.
Bayangkan saja, calo rekrutmen pendamping desa telah meraup uang Rp 1,5 miliar dari hampir 100 orang yang masuk perangkap bujuk rayunya. Yang sudah terdata polisi saat ini sekaligus telah melapor mencapai 85 orang. Sebagian besar warga Kota Bengkulu dan Kabupaten Seluma.
Saat ini, dua dari tiga pelaku dugaan penipuan itu telah diringkus, ditahan di Mapolsek Selebar. Masing-masing Wi (35) warga Perum Alpatindo, Air Sebakul dan Ek (27) warga Kecamatan Tais, Kabupaten Seluma. Keduanya diamankan di kediaman Wi, belum lama ini.
Kasus besar ini berhasil diungkap Polsek Selebar Polres Bengkulu jajaran Polda Bengkulu. Bermula dari sekelompok orang yakni korban yang mendatangi kediaman Wi. “Malam itu kami mendapat kabar ada sekelompok orang yang ribut-ribut di rumah seorang warga Alpatindo. Petugas piket kami langsung bergegas ke sana. Ternyata yang menjadi sasaran emosi warga waktu itu Wi dan Ek. Agar tidak terjadi sesuatu, kami langsung mengamankan mereka. Setelah kami melakukan interogasi dan mengumpulkan keterangan warga, terungkaplah kasus ini,” ujar Kapolres Bengkulu, AKBP. Ardian Indra Nurinta, S.IK melalui Kapolsek Selebar , AKP. Amsaludin, Selasa (26/7).
Dijelaskan Amsal, modus penipuan dalam kasus ini sebenarnya bukanlah baru. Yakni menjanjikan dapat membantu kelulusan tes dalam program pemerintah, seperti CPNS. Wi dan Ek dalam kasus ini berperan sebagai kaki tangan. Sementara pelaku utamanya berinisial Fr (27) warga Kota Bengkulu (masih buron).
Komplotan ini mulai beraksi Maret lalu. Saat itu Fr menemui Wi dan Ek mengajak untuk merekrut orang mengikuti program pendampingan desa. Dia mengaku memiliki jaringan ke pusat untuk membantu kelulusan. Korban ditarif bervariasi, sesuai spesifikasi dalam program tersebut.
Rinciannya Rp 15 juta untuk pendampingan desa, Rp 25 juta untuk tenaga professional kecamatan dan Rp 75-80 juta untuk tenaga ahli kabupaten. Setelah mendapat penjelasan dari Fr, Wi dan Ek mulai bergerilya. Dalam menjalankan tugasnya, Wi dan Ek mengaku mendapat uang transport antara Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta dari setiap peserta yang direkrut. Uang tersebut didapatkan setelah menyerahkan uang pelicin dari peserta kepada Fr.
Para korban dapat membayar dengan cara mengangsur karena saling kenal. Karena itu saat ini dari alat bukti kwitansi yang sudah disita petugas, jumlahnya bervariasi. Mulai dari Rp 12 juta hingga Rp 75 juta. Aksi penipuan ini mulai terkuak karena para korban tidak mengikuti tes yang dilaksanakan di Universitas Bengkulu bulan lalu.
Mereka tidak mendapat kepastian, terus menuntut pengembalian uang dari Wi dan Ek. Sementara pascadiamankannya Wi dan Ek, Fr menghilang.
“Sekarang Fr sudah masuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang). Kami masih mengambil keterangan para korban. Terdata sudah ada 85 orang korban. Kemungkinan bertambah karena sudah ada yang datang ke Polsek dan menceritakan ikut menjadi korban,” terang Amsal.