Tribratanewsbengkulu.com, BENGKULU – Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya melihat angka kebakaran hutan dan lahan yang kembali naik, setelah sempat turun dalam beberapa tahun terakhir.
Kekecewaan tersebut disampaikan Jokowi saat memberikan pengarahan dalam upaya peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Istana Negara, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (6/2/2020).
“Pengalaman saya 2015 betul-betul sebuah kebakaran besar. Sebagai presiden yang baru saja beberapa bulan, tahu-tahu dapat peristiwa itu. Sehingga kesiapan kita saat itu masih baru melihat lapangan,” kata Jokowi.
Berdasarkan catatan, total kebakaran hutan dan lahan kala itu mencapai 2,5 juta hektare. Setelah pemerintah melakukan langkah konsolidasi, kata Jokowi, angka kebakaran hutan dan lahan pun turun drastis hanya 150,000 hektare.
Meski demikian, pada 2018 angka kebakaran hutan dan lahan kembali meningkat menjadi 590.000 hektare. Bahkan, sambung kepala negara, angka kebakaran hutan merangkak naik di 2019.
“Apa kurang yang dicopot? Apa kurang persiapan?,” tegas eks Gubernur DKI Jakarta tersebut. Jokowi mengaku tidak ingin kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sama seperti yang terjadi di berbagai negara seperti Rusia, Brasil, Bolivia, Kanada, hingga Australia yang menghanguskan jutaan hektare lahan.
“Rusia 10 juta hektare, Brasil 4,5 juta, Bolivia 1,8 juta, Kanada 1,8 juta, dan terakhir kebakaran besar terjadi di Australia. Informasi tadi pagi 11 juta hektare. Ada 500 juta satwa yang mati karena kebakaran di sana,” kata Jokowi sebagaimana dilansir infopresiden.com.
Presiden Jokowi telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 11 tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan Dan Lahan yang ditujukan kepada Kementerian, Lembaga, Instansi serta Pemerintah Daerah untuk :
1. Melakukan peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah Republik Indonesia, melalui kegiatan :
a. Pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan;
b. Pemadaman kebakaran hutan dan lahan;
c. Penanganan pasca kebakaran/ pemulihan hutan dan lahan.
2. Melakukan kerja sama dan saling berkoordinasi untuk melaksanakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
3. Meningkatkan peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan untuk kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
4. Meningkatkan penegakan hukum dan memberikan sanksi yang tegas terhadap perorangan atau badan hukum yang terlibat dengan kegiatan pembakaran hutan dan lahan.
Sedangkan khusus kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Presiden menginstruksikan untuk :
1. Meningkatkan langkah-langkah pre-emtif dan preventif dalam rangka pengendalian kebakaran hutan dan lahan serta represif dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kebakaran hutan dan lahan;
2. Meningkatkan koordinasi dalam proses penyidikan perkara kebakaran hutan dan lahan yang ditangani Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab terjadinya degradasi lahan yang dapat mempengaruhi kualitas tanah. Indonesia beberapa kali terjadi kebakaran lahan, kejadian ini dapat terjadi karena disengaja maupun tidak disengaja. Tidak hanya faktor alam, kebakaran lahan juga terjadi akibat ulah manusia.
Beberapa faktor yang menjadi pemicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan diantaranya :
1. Adanya motivasi untuk mendapatkan keuntungan:
a. Perusahaan hemat sekitar 7-12 juta per hektar, jika melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.
b. Kebiasaan membakar yang dilakukan oleh masyarakat dalam pembukaan lahan (land clearing) sangat menguntungkan karena cepat, murah, dan tanah menjadi subur (sisa pembakaran menjadi pupuk).
2. Masih adanya sengketa lahan antara perusahaan dan masyarakat sehingga perusahaan tidak memiliki tanggung jawab untuk mencegah terjadinya kebakaran, sementara masyarakat yangg menguasai lahan sengketa terbiasa membuka lahan dengan cara membakar.
3. Lemahnya pengawasan dan pembinaan terhadap upaya pihak perusahaan dalam mencegah serta menanggulangi kebakaran hutan dan lahan khususnya dalam kesiapan alat, sarana prasarana, pendanaan, dan juga mobilisasi kekuatan personel.
4. Alokasi biaya dalam upaya mencegah dan menangani kebakaran hutan dan lahan belum dianggarkan secara khusus, padahal penanganan menjadi prioritas, termasuk belum adanya payung hukum untuk mendanai kegiatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
5. Belum optimalnya sistem deteksi adanya awal kebakaran dan respon maupun aksi pemadaman, masih mengandalkan pantauan satelit yang datanya update 1×24 jam, sedangkan deteksi secara manual masih lambat untuk mengetahui titik api.
6. Minimnya sarana prasarana dan peralatan yang dimiliki Pemerintah Daerah baik di tingkat provinsi maupun kab/kota.
Polri sangat serius dalam melakukan penegakan hukum dibidang kebakaran hutan dan lahan, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah kasus yang ditangani pada tahun 2019 sedikitnya 325 orang dan 11 korporasi telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam rangka pencegahan, Polri telah mengeluarkan Maklumat Kepolisian Tentang Himbauan Dan Larangan Kepada Masyarakat Untuk Tidak Membuka Lahan Dengan Cara Membakar. Selain itu, Polri juga membentuk Satuan Tugas (satgas ) penanganan kebakaran hutan dan lahan, yang terdiri dari satgas pencegahan, satgas pemadaman & satgas penegakan hukum di tingkat Polda dan tingkat Mabes Polri;
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan terdapat beberapa Kewajiban Pemegang Izin Konsesi antara lain :
1. Pasal 48 ayat (3) UU No. 41 thn 1999 tentang Kehutanan berbunyi “Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan, serta pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan hutan diwajibkan melindungi hutan dalam areal kerjanya”.
2. Pasal 13 ayat (3) UU No. 32 thn 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berbunyi “Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing”.
3. Pasal 67 ayat (3) huruf c UU No. 39 thn 2014 tentang Perkebunan berbunyi “Untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, sebelum memperoleh izin Usaha Perkebunan, Perusahaan Perkebunan harus membuat pernyataan kesanggupan untuk menyediakan sarana, prasarana, dan sistem tanggap darurat yang memadai untuk menanggulangi terjadinya kebakaran”.
4. Pasal 14 ayat (1) PP No. 4 thn 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran hutan dan/atau Lahan berbunyi “Setiap penanggung jawab usaha wajib memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya”.
Sedangkan untuk larangan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan diatur dalam :
1. Pasal 50 ayat (3) huruf d UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan berbunyi “Setiap orang dilarang membakar hutan”.
2. Pasal 69 ayat (1) UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berbunyi “Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar”.
3. Pasal 56 ayat (1) UU No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan berbunyi “Setiap Pelaku Usaha Perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar”.
Kemudian jika terbukti melakukan kegiatan pembakaran hutan dan lahan dapat diproses pidana sesuai ketentuan dalam UU No. 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan, UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan serta UU No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.
Penulis : GUNAWAN, S. I.Kom.,M.M
Paur Lipproduk PID Bidhumas Polda Bengkulu